ISU perubahan iklim (climate change) harus mendapatkan perhatian komprehensif negara-negara di dunia ini, termasuk Indonesia, termasuk dalam kaitannya dengan usaha tani.
Kalau mau kilas balik ke belakang tentang orientasi pembangunan sektor pertanian, aspek perubahan iklim adalah salah satu dari empat aspek empiris yang banyak mendapatkan pembahasan. Tiga aspek lainnya adalah proses pertumbuhan di dalam pertanian, pengaruh sumbangan (kontribusi) kemajuan teknologi, dan pemerataan (equity).
Pada awal pembangunan, apabila suatu negara mau membangun, tidaklah bisa meninggalkan sektor pertanian. Sedangkan pengaruh sumbangan teknologi khususnya di dalam pembangunan sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh kampanye “Green Revolution” (di dunia) pada tahun 1950 yang tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan petani, bukan semata-mata hanya meningkatkan hasil melalui swasembada pangan (yang identik dengan beras) yang sering kita dengan dewasa ini.
Ada dua hal penting di dalam orientasi pembangunan sektor pertanian di negara sedang berkembang. Pertama, orientasi di dalam peningkatan produksi produksi pertanian, melalui swasembada pangan. Kedua adalah orientasi di dalam peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan kesejahteraan petani.
Nampaknya dari dulu sampai dewasa ini, orientasi pembangunan sektor pertanian masih dalam tataran peningkatan produksi pertanian melalui berbagai program swasembada pangan. Kebijakan pemerintah belum sampai pada tataran perbaikan kesejahteraan petani melalui perbaikan pendapatan petani.
Sumbangan sektor pertanian di dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), kesempatan kerja, dan juga nilai ekspor di negara sedang berkembang masih relatif signifikan, termasuk di Indonesia. Di sisi lain, hingga dewasa ini, hampir separoh penduduk di negara sedang berkembang masih hidup di sektor pertanian.
Namun pemilikan lahan pertanian di negara sedang berkembang rata-rata hanya seluas 0,1 hektar sampai 0,2 hektar per kepala keluarga, dan angka beban tanggungan atau Burden of Dependency Ratio secara rata-rata sebesar tiga sampai dengan empat orang per kepala keluarga. Dengan demikian hasil usaha taninya tersebut habis hanya untuk melakukan konsumsi.
Kalau output (produksi) meningkat, lalu produsen mana yang menikmatinya? Apakah produsen (petani) besar atau produsen (petani) dengan lahan yang kecil? Maka di sektor pertanian ini pun juga terjadi ketimpangan pola distribusi pendapatan karena pemilikan lahan yang tidak merata. Dewasa ini harus pula menghadapi isu perubahan iklim yang menurut banyak ahli akan memiliki dampak jangka panjang yang luar biasa terhadap aspek kemanusiaan terutama bagi sektor pertanian.
Climate change dan polusi
Kerusakan lingkungan memang telah banyak melanda negara-negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Tanpa rasa tanggung jawab, para pemilik modal dan kekuasaan telah menjarah segala kekayaan bumi kita ini melalui kolusi dan nepotisme. Oleh karena itu bumi terbebani dan hancur, termasuk usaha tani yang sangat penting di dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk seluruh dunia.
Akibat dari keserakahan manusia tersebut merupakan bencana kemanusiaan yang sangat dahsyat, paling tidak 50 tahun ke depan apabila tidak menjadi perhatian semua negara di dunia ini. Yang tentunya akan lebih dahsyat dari bencana masa pandemi Covid 19 dewasa ini bagi penduduk dunia.
Aspek perubahan iklim ini diprediksi oleh banyak ahli akan lebih dahsyat dampaknya dibandingkan dengan pandemi Covid 19, khususnya bagi pembangunan sektor pertanian. Oleh karena itu dibutuhkan kampanye yang lebih masif bagi kelangsungan hidup manusia melalui pembangunan yang berwawasan kemanusiaan yaitu pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Kampanye tersebut tidak hanya di atas kertas melalui banyak dokumen retorika tetapi harus melalui banyak agenda aksi di negara-negara di dunia ini dengan banyak kerjasama dalam rangka menyelamatkan hidup dan peradaban manusia kedepan.
Dalam dokumen Laudato SI, 2021, halaman 3, disebutkan bahwa hidup manusia itu sendiri merupakan hadiah yang harus dilindungi dari berbagai bentuk degradasi. Setiap upaya untuk melindungi dan memperbaiki dunia kita memerlukan perubahan besar dalam gaya hidup, dalam pola produksi dan konsumsi, begitu juga dalam sistem maupun struktur pemerintahan yang sudah baku, yang sekarang ini menguasai masyarakat.
Kerusakan lingkungan alam di dunia dewasa ini sudah terlalu parah oleh perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab melalui berbagai bentuk kolusi dan nepotisme dan sistem pemerintahan yang ada di dunia.
Kerusakan alam dan lingkungan itu juga diperparah oleh kebebasan manusia yang tidak terbatas di dalam mengelola sumber daya alam yang terbatas atau mengalami kelangkaan (scarcity), melalui keserakahan manusia itu sendiri.
Bila manusia menghancurkan keanekaragaman hayati, bila manusia mengurangi keutuhan bumi, menggunduli bumi dari hutan alamnya, menghancurkan lahan-lahan basahnya, bila manusia mencemari air, tanah, dan udara serta lingkungannya, ketika itu menyebabkan perubahan iklim.
Semua ini adalah dosa, sebab kejahatan terhadap alam adalah dosa terhadap diri kita sendiri dan dosa terhadap penciptaNya (Laudato SI, 2021, hal 5). Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan mendasar di dalam gaya hidup, produksi maupun konsumsi dan tidak hanya sebatas kampanye saja tetapi sudah harus melalui agenda-agenda aksi melalui interaksi antar negara di dunia ini untuk menyelamatkan bumi dan segala isinya di dalam memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri.
Terutama di dalam membangun masa depan yang jauh lebih baik tanpa memikirkan krisis lingkungan hidup.
Dewasa ini perkembangan dan kemajuan teknologi yang sangat dahsyat telah mendukung kemajuan di bidang ekonomi terutama di dalam kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi, serta efisiensi.
Di bidang industri manufaktur, industri transportasi, serta di sektor pertanian dengan menggunakan pupuk-pupuk kimia, obat-obat penyemprot hama penyakit tanaman seperti insektisida, fungisida, dan herbisida telah menyebabkan polusi udara, air tanah dan udara, yang harus ditanggung oleh masyarakat sebagai biaya sosial (social cost).
Polusi tersebut tidak hanya berdampak jangka pendek yang menyebabkan pencemaran baik udara, air, dan tanah akan tetapi juga akan berdampak jangka panjang terutama pada perubahan iklim. Banyak ahli memprediksi hal ini akan berdampak luar biasa di masa depan bagi kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri, terutama bagi kelangsungan sektor pertanian yang menyediakan bahan pangan bagi sektor-sektor lainnya di masa depan.
Climate change dan sektor pertanian
BACA:Agama-Budaya-Ilmu Pengetahuan Sebagai “Trisula Weda “Kepribadian dan Watak Bangsa