YOGYAKARTA, SURYAYOGYA.COM – Meski telah berpengalaman menyelenggarakan 4 kali pemilu nasional serta ribuan kali pemilihan kepala daerah sejak era reformasi pada tahun 1999, permasalahan daftar pemilih masih tetap menjadi isu yang terus diperdebatkan setiap menjelang dan selama penyelenggaran pemilu di Indonesia (Minan, 2019).
Ahsanul Minan mencatat deretan permasalahan penyusunan Daftar Pemilih Tetap selanjutnya ditulis DPT- Pemilu pasca reformasi. Menurut Minan, kualitas DPT Pemilu 1999
sangat buruk dan dikelola secara tidak transparan. Bahkan komisioner KPU pun tidak bisa mengakses data pemilih.
Pada Pemilu 2004, Aliansi Parpol untuk Pemilu Bersih mensinyalir ada sekitar 30 persen pemilih tidak terdaftar yang berujung kepada penolakan anggota aliansi untuk menandatangani berita acara pengesahan hasil Pemilu Legislatif 2004.
Pada Pemilu 2009, terdapat sekitar 25-40 persen pemilih kehilangan hak pilih karena tidak masuk daftar pemilih.
Hal yang sama juga terjadi di Pemilu 2014. Penetapan DPT secara nasional yang
sedianya dilaksanakan pada 23 Oktober 2013 ditunda penetapannya hingga tanggal 4 November 2013.
Selain karena desakan Komisi II DPR dan partai politik yang menolak DPT ditetapkan, ada rekomendasi dari Bawaslu bahwa terdapat 10,8 juta data yang masih bermasalah.