Oleh : Dr Andry Wibowo SIK MH MSi
Pemimpin merupakan epicentrum organ kehidupan struktural yang berjalan secara bersama dalam sistem sosial. Begitu penting posisi dan fungsinya membuat pemimpin menjadi pusat perhatian baik secara akademis (dunia riset) maupun secara praktis (operasional).
Secara akademis dan praktis faktor kepemimpinan melahirkan berbagai teori dan model-model tentang kepemimpinan. Banyak sekali model dan teori kepemimpinan diantaranya : transformational leader; demokratic leader; servant leader; otoritarian leader; technocratic leader; strategic leader; communicatife leader; charismatic leader sampai dengan leader by example.
Dari semua model dan teori kepemimpinan yang tersedia, ketauladanan menjadi model kepemimpinan paling mendasar yang dapat dijadikan rujukan. Hal Ini dapat ditelusuri melalui jejak sejarah para pemimpin dunia sejak era tradisional hingga masa modern.
Para rasul dan nabi misalnya. Mereka merupakan pemimpin yang diangkat Tuhan untuk memimpin umat pada zamannya. Selain bertugas merawikan wahyu Tuhan, para rasul dan nabi juga memberikan ketauladanan pada umat tentang hal yang telah disampaikannya. Dengan begitu diharapkan umatnya dapat memahami dan mengamalkan ketauladanan dalam kehidupan sosial dan individual mereka.
Demikian juga pada era selanjutnya, para pemimpin dunia di berbagai bidang menempatkan ketauladanan kepemimpinan sebagai role model bagi rakyatnya. Dengan kalimat sederhana retorika pemimpin diikuti secara linear dengan perilaku kesehariannya sebagai suatu realita ketauladanan yang ingin di sampaikan kepada publik. Seperti filosofi Jawa yang disampaikan oleh budayawan nasional Ki Hajar Dewantara, Ing Ngarso Sing Tulodo.
Ketauladanan menjadi esensial dalam role model pemimpin di semua unit organisasi, sebelum para pemimpin melaksanakan model kepemimpinan lainnya. Dapat dikatakan pemimpin dengan ketauladanan menjadi dasar bagi semua pemimpin agar nilai kepemimpinan dapat ditransformasikan dan dipraktekan pada hubungan fungsional pemimpin dengan rakyatnya, atau setidaknya oleh para pengikutnya.
Meskipun terlihat sederhana, dalam realitanya tidaklah mudah menemukan model pemimpin dengan karakter dan portofolio ketauladanan. Khususnya pada negara dengan indeks perilaku korupsi yang masih tinggi. Anti thesis model keteladanan pemimpin adalah pemimpin dengan model “”JARKONI “ alias pemimpin yang iso ujar ora iso ngelakoni.
Pengertian pemimpin Jarkoni dalam bahasa Indonesia adalah pemimpin yang hanya pandai beretorika. Namun dalam prakteknya, retorika yang sering disampaikan tidak sesuai dengan perilakunya. Saat ini banyak sekali contohnya. Sering kita saksikan, pemimpin ditangkap karena melakukan pelanggaran dalam urusan pidana atau kejahatan terhadap negara dan urusan publik lainnya.
Dalam sejarah dunia kondisi pemimpin JARKONI dan minim ketauladanan dapat dilihat pada negara yang pemerintahannya atau birokrasinya rapuh (fragile beaurocracy). Kondisi yang dicirikan antara lain dengan: hilangnya etika dan moral dalam kepribadian birokrat; meritokrasi yang mandeg; pengaruh tangan hitam yang mencengkeram birokrat; atau kekuasaan yang dikuasai oleh prinsip nepotisme, kolusi dan koruptif.
Hilangnya ketauladanan dalam sebuah birokrasi akan memberikan implikasi luas tidak saja pada efektifitas birokrasi untuk menjalankan mandat kelembagaannya. Namun juga pada out come yang dirasakan oleh publik dan negara. Menguapnya nilai keadilan (justice) yang dibutuhkan publik dalam semua sisi pelayanan birokrasi sangat membahayakan eksistensi negara. Persoalan legitimasi kepemimpinan berbanding lurus dengan kepatuhan warga negaranya.
BACA:Peran Akuntan Mewujudkan SDGs yang Bukan Sekadar Jargon